mchec.org – Sebelas pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah dikenai sanksi tegas berupa permintaan maaf publik karena terbukti ikut serta dalam praktik pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK. Keputusan ini diumumkan oleh Majelis Etik Dewan Pengawas (Dewas) KPK dalam persidangan yang diadakan pada hari Kamis, 15 Februari.
Ketua Majelis Etik Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, menyatakan di Jakarta bahwa setiap pegawai yang terbukti bersalah harus secara langsung menyampaikan permintaan maaf secara terbuka. Berdasarkan Peraturan Dewas KPK Nomor 3 Tahun 2021, permintaan maaf harus dibuat tertulis dan disampaikan secara langsung di depan pimpinan atau Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), dengan rekaman yang akan ditayangkan di platform internal KPK yang hanya bisa diakses oleh anggota KPK selama 60 hari kerja.
Para pegawai yang terlibat dalam kasus ini adalah Muhammad Ridwan, Ramadhana Ubaidillah, Ricky Rachmawati, Tarmedi Iskandar, Asep Anzar, Ikhsannudin, Maranatha, Eko Tri Sumanto, Mahdi Aris, Muhammad Faesol Amarudin, dan Sopyan.
Tumpak menyatakan bahwa ke-11 pegawai tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan menyalahgunakan pengaruh yang mereka miliki sebagai anggota KPK. Dewas KPK merekomendasikan kepada PPK, dalam hal ini Sekretaris Jenderal KPK, untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut dan memberikan sanksi disiplin terhadap mereka.
Menurut Albertina Ho, anggota Dewas KPK, tidak ada faktor yang dapat meringankan hukuman bagi para pegawai yang bersangkutan, dan faktor yang memberatkan adalah karena tindakan mereka dilakukan secara berulang dan berlanjut, yang berdampak pada penurunan kepercayaan publik terhadap KPK serta tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Dalam sidang yang sama, Dewas KPK juga mengumumkan putusan kode etik untuk total 90 pegawai KPK. Kegiatan pembacaan putusan ini dijadwalkan berlangsung enam sesi dari pagi hingga sore hari.